Batu Akik Sarolangun Kini Jadi Produk Unggulan

jambiSEKILAS tak terlihat keistimewaan batu ini. Berbentuk mirip batu karang, berpori besar dengan warna putih dan abu-abu kusam. Penduduk Desa Tanjung Raden Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun menamai batu ini dengan Batu Akik Sarang Tawon dan Batu Aren. Batu inilah yang beberapa tahun terakhir menjelma menjadi ikon perhiasan Provinsi Jambi.

Batu yang digali dari bawah tanah di lokasi kebun karet penduduk, konon hanya terdapat di wilayah ini.  Telah lama penduduk desa menjual bongkahan batu ini kepada para pengrajin perhiasan dari Sukabumi Jawa Barat, namun baru tahun 2007 lalu batu buruk rupa tersebut diolah menjadi liontin, cincin, bros, gelang, plang nama, hingga penjepit dasi oleh warga desa itu sendiri.

“Dulu kami menjual batu dengan harga Rp. 7000 per kg. Sekarang kami sudah membuatnya menjadi perhiasan dengan nilai yang jauh lebih tinggi,” ungkap Zakwan, satu dari dua pengrajin yang masih eksis hingga saat ini.

Guna mendapatkan keterampilan mengasah batu akik tersebut dan membentuknya menjadi perhiasan bermotif seperti batik itu, Zakwan sengaja mendatangkan seorang pengrajin dari Jawa Barat. Selama dua bulan dia menekuni cara pembuatan perhiasan hingga kini menjadi pengrajin terampil dan kebanggaan Sarolangun. Perhiasan buatannya telah dikirim ke seluruh penjuru nusantara dan menjadi pemenang lomba perhiasan di tingkat nasional.

Proses pembuatan perhiasan batu akik dimulai dari memotong batu itu menjadi bagian kecil-kecil, membentuk perhiasan sesuai desain yang diinginkan, lalu digurinda dan diampelas menggunakan mesin berteknologi sederhana. Mesin yang terdapat di sanggar Zakwan sebagian merupakan bantuan pemerintah.

Harga sepotong batu perhiasan, seperti batu cincin dan liontin dimulai dari Rp. 20.000 sampai Rp. 30. 000, sedangkan  sebuah gelang solid  berharga sekitar Rp. 350.000. Cukup mahal memang namun ini ada alasannya.

“Selain pengerjaannya yang lama, butuh kesabaran dan ketekunan, juga tak semua bagian dari batu itu yang dapat dimanfaatkan menjadi perhiasan. Maksimal hanya 20% batu yang bisa jadi perhiasan, sisanya dibuang,” jelas pria berusia 30 tahun ini.

Saat ini usaha yang dirintisnya sejak 5 tahun lalu itu berkembang agak lambat. “Kami terkendala oleh desain dan alat yang kurang lengkap. Banyak pesanan membuat tasbih dari batu ini, tapi mesin untuk membuat butiran tasbih belum ada,” keluhnya. Saat ini penjualan batu akik sekitar 150 potong  sebulannya, padahal dulu pernah mencapai 800 potong sebulannya.

Hal ini diakui pula oleh Kadis Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sarolangun, Sakwan, SE.

“Desain batu akik masih itu ke itu saja sehingga minat pembeli jadi kurang. Kami tengah berupaya melatih pengrajin untuk meningkatkan keahliannya dalam mendesain perhiasan, kalau bisa dikombinasikan dengan perak atau emas hingga konsumen lebih tertarik,” ucapnya beberapa waktu lalu.

Related Posts:

0 Response to "Batu Akik Sarolangun Kini Jadi Produk Unggulan"

Posting Komentar